Selesai mengisi acara di kampus UNDIP yang lalu, saya diajak oleh dua panitia bernama Sasha dan Syaffa ke tempat yang wajib dikunjungi para wisatawan di kota Semarang, yaitu Lawang Sewu. Sebenarnya saya tak punya banyak waktu di kota ini. Karena sorenya, pukul 16.00 saya harus sudah berada di bandara untuk kembali ke Jakarta.
Sebelum tiba di Lawang Sewu, kami pergi makan siang dulu. Kalau tidak salah namanya Soto Bangkong. Kalau di Depok ada yang mirip seperti ini namanya Soto Kudus atau Soto Kuali. Porsinya kecil dan harus ditambah dengan lauk seperti paru atau ati ampela. Harganya cukup murah padahal kita sudah makan berbagai jenis makanan. Makan berempat sudah termasuk minum hanya sekitar Rp 80.000-an.
Soto Bangkoang
Selesai makan siang, perjalanan dilanjutkan menuju Lawang Sewu. Biasanya untuk masuk ke Lawang Sewu dikenakan biaya masuk Rp 10.000 untuk orang dewasa dan Rp 5.000 untuk anak-anak. Namun, karena hari itu sedang ada acara, jadi kami dibebaskan dari biaya masuk. Sebelum menyusuri bangunan-bangunan di sini, kami mencari tour guide yang bisa memberikan informasi lengkap mengenai sejarah dari Lawang Sewu ini. Saya dan suami memang suka sekali sejarah. Kalau kami sedang di luar kota dan ada waktu lebih, biasanya kami selalu mencari tahu sejarah apa saja yang ada di daerah itu. Buat saya, dengan mengetahui sejarah seperti ini akan memberi inspirasi kepada saya dalam hal apapun, tak hanya mendesign tapi juga mengenal karakter orang di daerah tersebut.
Lawang Sewu, gedung seribu pintu dengan berbagai cerita yang melatarinya, adalah bekas kantor pusat Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS, cabang kereta api Belanda yang beroperasi di Semarang. Dirancang oleh Prof. Jacob F. Klinkhamer (TH Delft) dan B.J. Ouendag, arsitek dari Amsterdam pada tahun 1903, pembangunan gedung ini dimulai pada 27 Februari 1904 dan selesai pada 1 Juli 1907. Gedung ini menjadi saksi bisu perjalanan perjuangan bangsa ini dalam meraih kemerdekaannya. Jika dimasa penjajahan Belanda gedung ini difungsikan sebagai kantor pusat kereta api, maka ketika Jepang menduduki Republik ini di tahun 1940-an gedung ini diperuntukkan sebagai markas Kempetai, Polisi Militer Jepang yang terkenal sadis dan kejam, serta Kidobutai, tentara kerajaan Jepang.
Selain itu, gedung ini tercatat sebagau lokasi pertempuran hebat selama 5 hari antara Angkatan Muda Kereta Api (AMKA), BKR, AMRI, dan berbagai organisasi kepemudaan lainnya dengan Kempetai dan Kidobutai yang dimulai pada 15 Oktober 1945 untuk melucuti tentara Jepang yang telah menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Setelah kemerdekaan gedung ini digunakan untuk kantor pusat Kereta Api Republik Indonesia, lalu Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer dan Kantor Wilayah Kementrian Perhubungan.
Secara umum terdapat 4 gedung di kawasan Lawang Sewu ini. Yang pertama adalah gedung A, yang merupakan gedung yang dapat dilihat dari jalanan. Menurut tour guide, setiap harinya gedung A ini tertutup untuk umum karena bangunannya masih sangat asli sehingga masyarakat tidak bisa masuk dengan bebas ke dalam gedung A. Tapi karena saat itu sedang ada event, beruntungnya kami dapat melihat isi dari gedung A. Pada jaman dulu, gedung A ini berfungsi untuk petinggi-petinggi dari NIS yang seluruhnya merupakan warga negara Belanda.
Gedung kedua adalah Gedung B. Lorong di depan Gedung B ini sudah bersih dengan jendela-jendela tinggi dan besar menghiasinya. Di dalamnya beberapa ruangan telah difungsikan sebagai ruang pameran untuk foto-foto tentang sejarah perkeretapian bangsa ini. Lalu pada penasaran kan kenapa ada kata Sewunya (dalam bahasa Jawa, sewu artinya seribu)? Tour guide menjawab dengan yakin kalau pintu di sini tidak berjumlah 1000, namun karena jumlahnya sangat banyak, dibuat cepat dan simple saja menyebutnya, yaitu seribu atau sewu.
Di gedung B ini terdapat ruang bawah tanah. Awalnya berfungsi untuk membuat ruangan di atas menjadi lebih sejuk, seperti memakai AC, kemudian berubah fungsi menjadi penjara di jaman penjajahan Jepang. Saat kami datang, ruang bawah tanah sedang direnovasi, jadi kami tidak bisa masuk ke dalam ruang bawah tanah tersebut. Kami juga sempat pergi ke lantai 2, dimana hanya ruangan luas dan kosong. Saat jaman Belanda digunakan untuk melihat kedatangan musuh (karena jaman dahulu bangunan ini menjadi bangunan yang paling tinggi), dan ketika jaman Komando Daerah Militer dijadikan lapangan bulu tangkis.
Di gedung B ini terdapat ruang bawah tanah. Awalnya berfungsi untuk membuat ruangan di atas menjadi lebih sejuk, seperti memakai AC, kemudian berubah fungsi menjadi penjara di jaman penjajahan Jepang. Saat kami datang, ruang bawah tanah sedang direnovasi, jadi kami tidak bisa masuk ke dalam ruang bawah tanah tersebut. Kami juga sempat pergi ke lantai 2, dimana hanya ruangan luas dan kosong. Saat jaman Belanda digunakan untuk melihat kedatangan musuh (karena jaman dahulu bangunan ini menjadi bangunan yang paling tinggi), dan ketika jaman Komando Daerah Militer dijadikan lapangan bulu tangkis.
Outfit saya kali itu lebih casual dan santai. Karena saya tahu kami akan banyak berjalan, jadi saya memilih alas kaki yang nyaman dan tak membuat capek. Untuk scarf-nya saya menggunakan koleksi scarf terbaru dari KIVITZ. Di awal bulan Desember yang lalu, KIVITZ mengeluarkan koleksi scarf bermotif dengan jumlah yang banyak. Para pelanggan KIVITZ sepertinya sudah rindu dengan koleksi scarf bermotif dari KIVITZ. Sudah banyak yang menanyakan sebelumnya kepada admin online atau sales di store. Alhamdulillah awal bulan lalu KIVITZ sudah meluncurkan 20 scarf motif terbaru.
Scarf yang saya pakai ini berukuran 180 x 110 cm. Lalu bagaimana bisa dibuat seolah-olah sperti scarf segiempat? Caranya sangat mudah. Bagian yang panjangnya 180 cm tinggal dilipat menjadi 2. Lalu buat segitiga atau pakai seperti memakai square hijab. Penitikan di bagian bawah dagu dan letakkan salah satu bagian di sekitar bawah telinga.
Dress yang saya kenakan adalah Hafi Dress warna mint turquoise, yang merupakan tambahan warna untuk Hafi Dress sebelumnya yang hanya hitam dan biru saja. Karena permintaan Hafi Dress cukup banyak, jadilah KIVITZ memproduksi lagi dengan warna yang lain. Ketika memakai Hafi Dress hanya tinggal menambahkan outerwear seperti cardigan atau jaket. Cardigan warna putih saya pilih untuk menyamakan dengan warna sepatu yang saya kenakan. Plus kacamata yang memang jadi aksesoris utama untuk menghindari terik matahari siang itu.
Terima kasih kepada Sasha dan Syaffa, mahasiswi dari Fakultas Kedokteran UNDIP, yang sudah bersedia ajak saya keliling kota Semarang walau waktunya agak mepet. Sampai ketemu lagi ya :)
Terima kasih kepada Sasha dan Syaffa, mahasiswi dari Fakultas Kedokteran UNDIP, yang sudah bersedia ajak saya keliling kota Semarang walau waktunya agak mepet. Sampai ketemu lagi ya :)
With my husband, as always :)
My outfit:
Scarf by KIVITZ
Cardigan by Uniqlo
Hafi Dress by KIVITZ
Shoes by Converse
My outfit:
Scarf by KIVITZ
Cardigan by Uniqlo
Hafi Dress by KIVITZ
Shoes by Converse
Wassalamu'alaikum
No comments:
Post a Comment