Friday 25 January 2013

Young Age Marriage

Assalamu'alaikum

Dua hari yang lalu, seorang wartawan dari majalah Janna, grup Republika datang ke kantor saya untuk interview dengan tema "Pernikahan di Usia Muda". Saya dan suami menyambutnya dan kami di-interview bergantian. Sang wartawan menanyakan awal cerita bagaimana kami pertama bertemu dan menikah. Kami pun menceritakannya dengan lengkap.

Mungkin kamu belum tahu bagaimana awal cerita pernikahan saya dengan suami. Beberapa teman-teman ada yang pernah menanyakan soal itu. Ceritanya begitu sederhana, begitu spontan, dan begitu cepat. Saat itu awal tahun 2010, suamiku Mulky saat itu berusia 24 tahun (saat itu belum menikah). Dia bekerja sebagai designer grafis pada sebuah penerbitan buku Islam. Alhamdulillah, walaupun penghasilan tidak seberapa, namun dia sanggup bekerja sambil kuliah S2 Design di salah satu universitas di Jakarta. Bekerja setiap hari, di tambah dengan kuliah hingga malam membuat suami saya merasa hidup 'kesepian'. Maklum, suami saya anak bungsu dan kedua orang tuanya saat itu bekerja dinas di padang. Dia hanya sendirian bersama dengan kakak perempuannya di Jakarta. Hal inilah yang membuatnya ingin cepat menikah, karena dia berpikir tidak akan merasa sendirian setelah menikah. Alasan yang sangat polos dan sederhana. Namun bagi saya alasan ini sangat jujur.

Ada niat ada jalan, walaupun saat itu suami saya tidak tahu ingin menikah dengan siapa, seorang teman pengajiannya yang juga adalah teman saya, mengenalkan dan "merekomendasikan" saya untuk menjadi isterinya. Saya yang saat itu berusia 22 tahun dan belum tamat kuliah, sebenarnya juga orang yang sangat mirip dengan suami saya. Saya paham betul kebutuhan saya memiliki pasangan. Kami menyukai jalan yang simple dan pasti. Secara spontan suami saya menanyakan secara tidak langsung (karena kami tidak kenal secara langsung) apakah saya siap untuk menikah? Setelah saya memperhatikan dia, menanyakan tentang keluarganya, dan melihat keseriusan niatnya yang mulia. Siapa perempuan yang tidak suka dengan laki-laki yang berani memberi kepastian? Maka saya mengatakan 'iya'. Namun, saya ingat ayah saya pernah berpesan boleh menikah asal sudah tamat kuliah. Kebetulan, saat itu saya sedang menunggu wisuda yang tinggal 2 bulan lagi. Jadi suami saya saat itu harus menunggu 2 bulan, baru kami bisa menikah.

Tepat dua minggu sebelum rencana pernikahan, kami mendapat musibah. Ayah suami saya divonis menderita kanker paru-paru stadium 1. Hal ini membuat kedua keluarga besar kami sangat terkejut. Untungnya, kanker paru-paru ini baru stadium 1 dan bisa langsung diambil tindakan operasi. Mau tidak mau, kami harus menunda tanggal pernikahan kami sampai ayah suami saya pulih setelah operasi. Hari pernikahan yang sudah kami jadwalkan berubah menjadi setelah idul fitri. Booking masjid dan gedung pernikahan yang sudah dilakukan terpaksa dibatalkan walaupun sudah dibayar. Segala persiapan biaya pernikahan kami kini digunakan untuk biaya operasi ayah suami saya. Bagi kami ini merupakan sebuah bentuk ujian dari Allah Swt kepada keluarga kami agar kami semakin ikhlas dan sabar. Saya dan suami mencoba melihat hikmah dari cobaan ini. Meskipun semua rencana teknis pernikahan jadi berubah, namun kami tetap bersyukur bahwa pernikahannya tetap akan dilaksanakan walau tertunda.

Pada tanggal 12 September 2010, saya dan suami menikah dengan proses yang sangat sederhana. Kami melaksanakan akad nikah di sebuah masjid dilanjutkan resepsi di rumah. Saat itu ayah suami saya masih dalam pengobatan namun sudah bisa berjalan. Walaupun dilangsungkan secara sederhana, namun kebahagiaan kami tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Ujian kesabaran berhasil dilalui menuju  kemenangan. Dua hari setelahnya kami pergi berbulan madu ke KL, Malaysia. Pada saat itulah saya baru mengenal karakter suami saya yang sebenarnya. Ternyata orangnya sangat bersemangat. Penuh mimpi dan ide-ide kreatif.  Bulan madu kami dipenuhi dengan diskusi-diskusi membicarakan impian di masa yang akan datang. Kami membicarakan ide untuk memulai merintis usaha clothing line sepulangnya ke Jakarta.


Pulang dari bulan madu, suami saya langsung resign dari pekerjaannya di penerbitan buku (sangat spontan ^^). Dia beralih profesi menjadi dosen branding design di salah satu Universitas Swasta. Alasannya simple, dia ingin mencari profesi yang punya banyak waktu luang, agar sebagian waktunya dipakai untuk merintis usaha bersama saya. kemudian lahirlah KIVITZ pada 10 Oktober 2010, yang awalnya hanyalah sebuah blog fashion tempat menuliskan ide dan gagasan saya. Tepat 5 bulan kemudian, saya meluncurkan brand KIVITZ dengan modal hanya 4 juta Rupiah dari tabungan gaji suami saya. Saat itu saya semakin aktif mendesign busana muslim dan mengawali dengan menjualnya secara online. Alhamdulillah KIVITZ kini semakin berkembang dan distribusinya juga semakin luas.

Dari interview dengan wartawan majalah Janna tersebut saya menceritakan kisah ini semua. Dialog ini membuat saya sadar, bahwa 'pernikahan muda' yang membawa banyak keberkahan bagi saya dan suami, ternyata masih menjadi hal yang ditakuti dan berat untuk dilakukan sebagian pemuda zaman sekarang. Umumnya, mereka masih memikirkan sisi-sisi yang terlalu logis mengenai penghasilan, kemapanan, pesta nikah yang besar, harus saling mengenal pasangan terlebih dahulu, rumah, mobil, dan lain sebagainya. Percaya atau tidak,  saya dan suami tidak terbersit semua hal itu sama sekali ketika akan menikah. Karena kami percaya bahwa dalam Islam, pernikahan adalah sesuatu yang harus disegerakan jika memang kita ingin menikah. Mengimani Islam berarti percaya kepada Allah dengan segala ketentuan yang sudah ditetapkannya. Kadang beberapa hal dalam Islam memang sulit diterima logika kebanyakan orang, sehingga timbul rasa ragu untuk menikah dan muncul pertanyaan-pertanyaan berikut,

Apakah laki-laki dan perempuan  harus saling mengenal kepribadian sebelum menikah?
Apa benar untuk menikah sebaiknya mapan terlebih dahulu?
Apakah menikah harus dengan pesta semewah dan semeriah mungkin?
Apakah menikah mengurangi rezeki karena kita jadi membaginya bersama pasangan?   
Apakah mempunyai anak malah membuat keuangan rumah tangga menjadi berkurang?
dan lain sebagainya... 

Apabila kita menunda menikah karena masih memikirkan hal-hal seperti itu, berarti kita belum percaya sepenuhnya dengan ketentuan Islam. Belum percaya bahwa setelah menikah, rezeki seseorang justru malah dilipatgandakan oleh Allah.

Kalau boleh jujur, pertanyaan-pertanyaan di atas, satupun tidak terlintas dalam benak saya dan suami. Karena kami tahu hal tersebut tidak termasuk prioritas pernikahan dalam Islam. Kami paham betul bahwa pernikahan merupakan sebuah kebutuhan primer, yang harus segera dilakukan tanpa memikirkan hal-hal sepele seperti pertanyaan di atas. Sedihnya, hal-hal tersebut dianggap penting bagi sebagian masyarakat sehingga membuat mereka menjadi sangat hati-hati untuk memutuskan menikah. Bahkan rela bertahun-tahun menyiapkan semua hal itu sebelum menikah. Itu pun kalau pada akhirnya jadi menikah, bagaimana kalau tidak jadi? Na'udzubillahimindzalik..

Rasulullah Saw tidak harus mengenal Khadijah bertahun-tahun sebelum memutuskan untuk menikah, namun ternyata pernikahan tersebut sangatlah harmonis hingga maut memisahkan mereka. Nabi juga tidak memaksakan untuk mempersiapkan pesta pernikahan yang mewah berlebihan. Bukan karena beliau miskin, tapi untuk menunjukkan kesederhanaan. Beliau malah sanggup memperbesar jumlah mahar berupa seratus unta, yang mana tentu lebih bermanfaat bagi istrinya dibandingkan mewahnya sebuah pesta pernikahan. Rasulullah juga tidak menunggu dirinya mapan sebelum menikah, karena yakin bahwa rezeki setelah menikah itu sudah digariskan Allah.    

Justru kalau kita mau berkaca pada diri sendiri, apa sebelum menikah kita pernah memikirkan hakikat pernikahan seperti,

Seberapa dalam saya memahami konsep pernikahan dalam Islam?
Apakah saya sudah siap mentaati suami sebagai imam sepenuhnya?
Apakah suami saya siap menjadi imam bagi saya?
Bagaimana saya menanamkan konsep Islam kepada pasangan dan anak-anak saya nantinya?
Bagaimana suami saya menjalani profesi yang baik dan halal untuk menafkahi keluarga kami?

Pertanyaan-pertanyaan seperti inilah yang seharusnya dipersiapkan bagi sepasang manusia yang ingin menikah. Karena pemahaman (mind set) yang benar, akan membawa kepada keberkahan keluarga tersebut di mata Allah Swt. Visi hidup yang jelas menjadikan keluarga tersebut menjadi solid, sehingga urusan-urusan dunia dan akhirat menjadi mudah dijalani.

Kesimpulannya adalah, pernikahan adalah sesuatu yang harus diniatkan karena Allah, diusahakan dengan ikhtiar kepada Allah, dan mengembalikan segala permasalahannya pada Allah. Apabila kita menjalankan sepenuhnya sesuai dengan ajaranNya, tentu Allah akan memudahkan segala urusan kita. Disamping itu, penting bagi kita untuk terus mempelajari ajaran Islam secara lebih mendalam, sebagai panduan dalam kehidupan menuju keberkahan.

(left) KL, September 2010 - (right) KL, January 2013

Wassalamu'alaikum

33 comments:

  1. Woow.. Subahanallah..
    Pemikiran yg keren..
    Semoga berkah semua yaa.. :)

    ReplyDelete
  2. Beneran nih Fitry subhanalloh banget ya cerita pernikahannya. Pernikahan kek gitu, zaman sekarang kirain udah gak ada lagi..mudah2an aku segera nyusul ah.hehe.Thanks for the inspiring post here. :)

    ReplyDelete
  3. very nice and inspiring, kak fit :)

    ReplyDelete
  4. Kak Fit,
    Doakan aku bisa segera menemui Pangeran Surgaku yaa, hihihi Aamiin..
    Aku paham betul skenario Allah adalah yang terbaik

    ReplyDelete
  5. mba fitri subhanallah.
    cerita menikah muda yang hampir dibilang mirip dg kisah sy dan suami. hihi, persis sy belum lulus kuliah tp suami sudah melamar, persis ayah sy bilang tunda sampai wisuda. persis juga umur kita menikah :)
    alhamdulillah semua lancar ya mba.
    semoga bahagia dunia-akherat dan sll dalam perlindungan Allah swt ya mba.
    Barakallah.

    ReplyDelete
  6. Subhanallah,
    kak Fitri, menginspirasi sekali.. terima kasih telah berbagi. :)

    ReplyDelete
  7. Subhanallah, masyaAllah....
    semoga selalu dalam bimbingan Allah kak, menuju keluarga Rabbani....

    ReplyDelete
  8. Proud of you, Fitri & Mulky ^_^

    ReplyDelete
  9. Inilah bukti tidak menunda2 niat baik akan berbuah limpahan keberkahan (tidak selalu berbentuk materi ya)...diriku jg merasakan nikah muda di usia sama2 23th dgn suami...

    ReplyDelete
  10. Ya Allah , begitu menggarukan ! sekilas sama seperti kisah saya sebelum menikah dengan suami tahun 2012 kemarin .. tidak terbentuk dari materi semata , malahan kami memulai dari 0 (nol) , seperti yg mbak fitri ceritakan , "tanpa memikirkan pertanyaan2 diatas '..
    Semoga mbak fitri bahagia dunia akhirat ..

    ReplyDelete
  11. Subhanallah... betul betul betul

    ReplyDelete
  12. Suka dengan keberaniannya untuk keluar dari pekerjaan dan fokus ke bisnis, saluut ... semoga saya juga bisa begitu dengan suami :)

    ReplyDelete
  13. semoga segera dikaruniai anak yg cantik2 n ganteng2, aamiin :)

    ReplyDelete
  14. Subhanallah :D benar2 menginspirasi! niatan menikah diusia yang relatif muda pasti bukan keputusan yang gampang dong ya, apalagi semata-mata mencari keridoan dan takwa pada Allah, n kelihatannya terbukti.. Allah lah yg mencukupkan bahkan terus mengalirkan rizkinyanyaa.. Semoga usaha clothing line nya sukses terus ya.. dan tetap istikomah mengusung tema syar'i n stylish.. :)

    ReplyDelete
  15. Suka deh baca blognya Fitri,menginspirasi gitu.. terutama konsisten dengan rok panjang dan kaos kaki.gara2 Fitri aku beli rok panjang pertamaku kemarin.hihihi..

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah. I got married at early age too. Same age and year like yours :)

    Love from Brunei

    ReplyDelete
  17. ikut pengajian itu insyaAllah menjamin lelaki baik jg,krn terfilter dgn baik.mudah2an sy jg bs ktemu lelaki baik.aamiin..makasih mba berbagi ceritanya :)

    ReplyDelete
  18. envy mbaaaakkk!!! ya ampun.. tapi lumayan ngasih pencerahan juga ya. semoga bisa dapet kisah yang nge-envy-kan orang lain juga buat ngikut ke jalan yang di ridhoi Allah kaya kisah mbak ya :D

    ReplyDelete
  19. Inspirational sekali.subhanallah

    ReplyDelete
  20. subhanallah ...taaruf memang indah. semoga kedepannya selalu barokallah ya mbak, aamiin

    ReplyDelete
  21. Akhirnya pertanyaan dalam hati saya terjawab juga, tentang bagaimana kalian bertemu. Thanks for sharing :) sangat menginspirasi buat yang baca terutama yang belum nikah. Dan semoga kalian segera diberi momongan oleh Allah. Aamiin..

    ReplyDelete
  22. mbak....so sweet bngeddd ceritanya...subhanallah,,jazakillah ya mbak atas tulisannya...

    ReplyDelete
  23. kak fitri... inspiring sekali kisahnya.
    salut dan kagum sama kamu kak.
    may Allah blessing you and your family ya. :)

    ReplyDelete
  24. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  25. subhanallah kak fitri...y membuat aku terinspirasi dari kisah kakak ialah modal awal nya dalam mengembangkan bisnisnya kakak..luar biasa kak...:-)

    ReplyDelete
  26. assalamualaikum .. kak fitri sungguh saya meneteskan air mata saat membaca ini .. bukannya berlebihan tapi gak tau kenapa saya terharu dari mulai nol kak fitri menikah , sampai sukses seperti sekarang bersama suami dan bisnis kivitz nya sungguh inspiratif .. sukron kak

    ReplyDelete
  27. kak fitri aulia, sumber inspirasi saya ^^ subhanallah kak, saya ingin sekali seperti itu :') hehe

    ReplyDelete
  28. Assalamualaikum wr wb.

    Kak Fitri, kami dari blog Young, Married and Free ingin minta izin untuk menyantumkan tulisan ini di blog kami sebagai tulisan perdana.

    Jika berkenan, kami juga sudah mengirimkan email ke kivitz.mob@gmail.com

    Jazakillah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wassalamu'alaikum. silahkan dear, dengan senang hati :)

      Delete